BRIN Gagas New Plant Breeding Untuk Anggrek Indonesia

BRIN Gagas New Plant Breeding Untuk Anggrek Indonesia

Saat ini, pemanfaatan teknologi berbasis molekuler, rekayasa genetika dan genom editing masih belum dimanfaatkan dengan optimal untuk perakitan varietas-varietas unggul baru. Pada anggrek, pemuliaan berbasis konvensional memiliki keuntungan karena kemudahan prosesnya, namun terkendala akan perubahan iklim yang menyebabkan waktu pembungaan bergeser akibatnya persilangan tertentu tidak dapat dilaksanakan. 

“Kita harus bergerak positif dengan sumber daya yang ada, ketersediaan sumber daya genetik anggrek yang melimpah di Indonesia dengan segala permasalahannya, keterbatasan teknologi yang kita kuasai, keadaan pasar yang bersifat positif, peran pemerintah dan swasta yang baik dalam pengembangan anggrek di Indonesia akan menciptakan peluang yang besar untuk industri florikultura, peluang riset, dan industri inovasi anggrek. BRIN pun diharapkan berkontribusi dalam riset dan inovasi anggrek di Indonesia,” ungkap Puji Lestari, Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Sharing Session #9 Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan (PRHP) yang bertajuk “New Plant Breeding untuk Perakitan Anggrek Eksotis Indonesia” yang dilaksanakan secara daring pada Selasa (29/11).

“Kita bisa meningkatkan pemahaman, pengetahuan terkait new plant breeding, pemanfaatan sumber daya genetik, program pemuliaan molekuler, aplikasi genom editing dalam perakitan untuk pengembangan riset dan inovasi, varietas berkualitas tinggi, adaptif, berdaya saing serta ikonik Indonesia,” imbuh Puji.

Senada dengan Puji, Kepala Pusat Hortikultura dan Perkebunan (PRHP) BRIN Dwinita Wikan Utami mengatakan, “Beberapa peluang bisa digarap mengingat anggrek masih sangat banyak yang harus dilakukan dari mulai sumber daya genetik lokal, introduksi, pemuliaan sampai dengan pembibitan melalui sinergi dan kolaborasi. Pagi hari ini kita bersinergi dengan Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada serta Universitas Jember,” tuturnya. 

Pada kesempatan yang sama, Peneliti PRHP BRIN, Sri Rianawati menjelaskan, anggrek Indonesia banyak sekali tetapi kenyataannya hanya tinggal 1500 spesies yang disimpan di Kebun Raya (KR) Cibodas. “Ada sekian marga anggrek yang sekarang sudah berkurang di KR Bogor, KR Purwodadi, dan KR Bali. Padahal anggrek memiliki jumlah yang banyak dengan ukuran yang berbeda, antara lain ada yang besarnya seujung jari, ada pula yang ukurannya sangat besar yaitu tingginya mencapai 1-2 meter,” terangnya.

“Anggrek berdasarkan tempat tumbuhnya terestrial, yakni tumbuh diatas permukaan tanah atau dengan sebagian akar terbenam kedalamnya dan epifit, yakni tumbuh menempel pada batang pohon lain, tetapi bukan merupakan parasit,” rinci Sri.

“Kemudian saprofit, tumbuh pada batang atau sisa-sisa tumbuhan yang sudah membusuk di hutan-hutan, serta lipofit tumbuh menempel pada permukaan batu, tebing atau cadas di alam,” sambung Sri.

Berdasarkan sifat, anggrek dapat dibedakan menjadi dua tipe, antara lain sympodial pada batang tumbuh anakan/tunas yang bisa membentuk rumpun, contohnya cymbidium, oncidium, dendrobium, cattleya, dan monopodial yaitu batangnya tumbuh terus keatas.

Dirinya juga mengungkapkan bahwa dalam pengembangan anggrek kita membutuhkan beberapa varietas untuk memenuhi kebutuhan pasar. Anggrek merupakan komoditas komersil yang berpotensi tinggi. Jumlah di dunia banyak silangan yang diperoleh dari persilangan-persilangan biasa sebenarnya. Jumlah yang begitu banyak sudah terdaftar dan dikeluarkan pada bulan Maret-Juni sekitar 1000 lebih.

“Anggrek memiliki beragam aneka warna, bentuk dan mudah sekali cara menyilangnya, untuk mendapat varietas unggul harus memperbaiki karakter tertentu menggunakan metode khusus. Metode apa saja yang dilakukan yaitu metode persilangan antar spesies, hibrid komersial sangat mudah disilangkan dengan beberapa generasi contohnya anggrek-anggrek yang didaftarkan di sunderlis, dan untuk mendapatkan varietas memerlukan waktu yang Panjang, bisa selama empat tahun untuk membentuk satu varietas saja,”ungkapnya

Peneliti Ahli Madya BRIN ini juga menyampaikan, bahwa produk anggrek adalah produk yang sifatnya memanjakan mata dan perasaan, sehingga perubahannya sangat dinamis. “Dalam memenuhi target sasaran Litbangjirap untuk varietas unggul baru anggrek masa mendatang perlu mempertimbangkan beberapa hal perilaku pasar, yaitu dengan cara mengidentifikasi permintaan pasar saat ini (demand driven) atau menciptakan pasar atau demand driving. Keduanya membutuhkan strategi khusus yang tepat,” kata Sri.

Diakhir paparan, Sri mengungkapkan beberapa faktor yang akan dan harus menjadi pertimbangan untuk perakitan varietas baru dan pengembangan anggrek, antara lain pertama, visi inovasi harus jauh kedepan, 5 atau 10 tahun yang akan datang. Kedua, teknologi harus menjawab tantangan yaitu inovatif yang spesifik, adaptif terhadap iklim, dan berdaya saing. Ketiga, dukungan kerjasama pihak pemerintah pusat maupun daerah dan swasta harus selaras. Keempat, teknologi perbenihan harus kuat. Kelima, sistem diseminasi yang sesuai dengan keadaan zaman.  

Acara yang dipandu oleh Joko Pramono, Peneliti PRHP BRIN ini, menghadirkan juga Endang Semiarti (Guru Besar Fakultas Biologi UGM, Universitas Gadjah Mada), dengan materi “Aplikasi genom editing untuk pemuliaan tanaman anggrek Indonesia” dan Parawita Dewanti (Dosen dan Peneliti Senior Universitas Jember), dengan materi “Pemuliaan molekuler dan somatik embriogenesis untuk perakitan dan perbanyakan anggrek unggul”.

Sumber: https://www.brin.go.id/news/110960/brin-gagas-new-plant-breeding-untuk-anggrek-indonesia

Managed & Maintenanced by ArtonLabs