Manfaat Rumput Laut untuk Perekonomian dan Saintifik

Manfaat Rumput Laut untuk Perekonomian dan Saintifik

Tidak dipungkiri lagi bahwa ekosistem laut merupakan ekosistem terbesar di bumi ini. Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki perairan kurang lebih 70% dari total luasan. Dari wilayah perairan tersebut menyimpan berjuta keanekaragaman hayati dan kimiawi yang berpotensi mendukung keberlangsungan hidup manusia baik dari segi ekonomi, pangan, medis dan sains. Salah satu potensi terbesar yang dimiliki ekosistem perairan ada rumput laut (seaweed), dimana Indonesia merupakan negara penghasil rumput laut terbesar kedua setelah Tionghoa.

Guna membahas potensi dan tantangan market domestik dan internasional, Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar webinar bertajuk Tropical Seaweed Cultivation, Selasa (29/11). Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Webinar Series 3 And Virtual Training 2022 Pusat Riset Bioindustri Laut Dan Darat.

Kepala Pusat Riset Bioindustri Laut dan Darat Fahrurrozi berharap seminar dapat dijadikan ajang mengenalkan penelitian terkait rumput laut yang dilakukan oleh para peneliti di BRIN. “Seminar daring ini harapannya, membawa kampanye yang baik untuk perkembangan penelitian dan budidaya rumput laut di masa depan,” kata Fahrurrozi. 

Hal senada disampaikan Kepala Pusat Pusat Riset Oseanografi Udhi Eko Hernawan. “Webinar ini akan menghadirkan sharing pengetahuan dari penelitian di China, tentang praktik budidaya rumput laut, sebab rumput laut mempunyai manfaat dari faktor ekonomi hingga factor saintis yang dapat mengurangi dampak perubahan iklim dan menjaga kualitas air,” ujar Udhi.

Dikatakan Udhi, seminar daring ini menghadirkan empat pembicara utama. Masing-masing pembicara mewakili institusi China dan Indonesia yang concern di bidang penelitian dan budidaya rumput laut. 

Perwakilan dari Institute of Oceanology, Chinese Academy of Sciences (IOCAS), China , Pada kesempatan itu, Delin Duan menjelaskan, China sebagai negara penghasil rumput laut terbesar di Asia dan Dunia. Sekitar 78% produksi rumput laut global pada tahun 2005 berasal dari China dan meningkat menjadi 95% di tahun 2020.

Delin menegaskan, hal ini tidak terlepas dari telah mapannya system pembibitan dan budidaya rumput laut termasuk sistem isolasi dan pengawetan stok yang mendukung industri rumput laut. Saat ini industri rumput laut tidak hanya diterapkan pada bidang pangan, melainkan juga pada perkembangan industri biokimia dimana kerja sama regional dan internasional sangat diperlukan. 

Dia menyebutkan bahwa tantangan yang sedang dihadapi industri rumput laut saat ini adalah perlunya sumber daya rumput laut sebagai sektor ketahanan pangan, pemanfaatan penuh sumber daya rumput laut serta ketersediaan teknologi ekstraksi serta pemanfaatannya.

Mengamini pernyataan Delin mengenai manfaat rumput laut selain di bidang pangan, Jing Wang dari institusi yang sama melalui penelitiannya panjangnya menemukan bahwa Struktur dan komposisi kimia poly oligosaccharides khususnya dari alga merah memiliki peluang pemanfaatan dalam biomedis.  

“Aktivitas polisakarida/oligosakarida dalam alga merah mengandung antivirus, antioksidan, antitumor, antikoagulasi, imunoregulasi, mengatur flora usus. Kandungan-kandungan tersebut secara ilmiah dapat menghambat penuan dini, tumor, penyakit Alzheimer hingga Parkinson pada manula. Fakta ini tentu saja akan meningkatkan nilai alga merah sebagai komoditas ekonomi tinggi,” kata Jing Wang.

Sementara itu La Ode M Aslan dari Universitas Halu Oleo Kendari menyebut bahwa rumput laut merupakan salah satu komoditi penting dalam market global dimana kebutuhan akan rumput laut akan terus meningkat di masa depan. Indonesia sendiri memiliki komoditas unggulan dalam budidaya rumput laut dari jenis Kappaphycus sp. dan Gracilaria sp. Adapun daerah penghasil rumput laut terbesar di Indonesia adalah Sulawesi dan Nusa Tenggara.

Meski memiliki wilayah strategis untuk mengembangkan industri rumput laut dan berhasil menduduki urutan kedua (di bawah China) dalam produksi global rumput laut namun hasil yang diharapkan masih dibawah target. Indonesia hanya dapat memasok sekitar 27% kebutuhan rumput laut dunia. Dari enam masalah budidaya rumput laut yang dipaparkan La Ode M Aslan, tidak sinkronnya data dan fluktuatif harga rumput laut menjadi penyebab terbesar mengapa hasil produksi rumput laut kita berada jauh dibanding China.

Pada kesempatan yang sama Maya Puspita, seorang peneliti dari Indonesian Seaweed Association (ARLI) mengungkapkan bahwa budidaya dan industri rumput laut saat ini menghadapi empat ancaman global yaitu, persaingan kompetisi global, isu kesehatan seperti yang dilansir USDA, perubahan iklim dan kampanye hitam di sosial media mengenai hidrokoloid turunan rumput laut.

Sementara itu ancaman lokal seperti kualitas produksi dan bahan baku, ketersediaan dan harga siklik, polusi/lipasan, dan penataan wilayah yang menimbulkan konflik dengan pariwisata dan Perda, infrastruktur dan transportasi, lemahnya inovasi, kurangnya koordinasi di kementerian hingga kurangnya pengetahuan tentang hidrokoloid dan turunan rumput laut masih terus membayangi industri rumput laut kita.

Untuk mengatasi tantangan itu maka diperlukan peningkatan produksi, pengembangan produksi, pendirian tempat pembibitan, pelatihan petani rumput laut, pengembangan penelitian, revitalisasi industri lokal, dan regulasi yang mendukung produksi rumput laut di hulu maupun di hilir.

Sumber: https://www.brin.go.id/news/110963/manfaat-rumput-laut-untuk-perekonomian-dan-saintifik

Managed & Maintenanced by ArtonLabs