Selain Tebu, Stevia SI Pemanis Alami Rendah Kalori Dikembangkan di Indonesia

Selain Tebu, Stevia SI Pemanis Alami Rendah Kalori Dikembangkan di Indonesia

Banyak daerah menghasilkan tanaman tebu. Tak heran karena tebu merupakan tanaman yang tumbuh dengan baik di Indonesia. Varietas tanaman tebu juga beragam sebagai sumber utama produksi gula komersial. Gula merupakan komoditas penting bagi masyarakat Indonesia dan perekonomian pangan kita, baik sebagai kebutuhan pokok, bahan baku industri, makanan atau minuman. Kebutuhan gula pun semakin meningkat dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia serta semakin beragam aneka makanan yang hadir ditengah-tengah masyarakat.

Hal tersebut diungkap Puji Lestari, Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada Sharing Session #10 Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan (PRHP) yang mengambil tajuk “Potensi Pengembangan Stevia sebagai Pemanis Alami Rendah Kalori Subsitusi Gula Tebu”, pada Selasa (06/12).

Dikatakan Puji, selain tebu, alternatif spesies tanaman lain sebagai penghasil gula adalah stevia. “Stevia sangat potensial dikembangkan sebagai pemanis alami pendamping gula, pengganti gula sintesis, karena hampir semua bagian tanaman stevia memiliki rasa manis kecuali pada bagian akarnya dengan kadar rasa manis tertinggi pada bagian daun stevia. Kandungan glikosida stevia hampir 300 kali, sehingga banyak digunakan khususnya bagi yang memerlukan asupan kalori rendah,” terangnya.

Menurut Puji, peranan stevia sebagai pemanis gula yang rendah kalori dan lebih sehat strategis dan perspesktif, sehingga dukungan dan pengembangan dalam bentuk perakitan varietas stevia yang sesuai dengan kondisi di Indonesia, penyediaan bahan tanaman serta pengelolaan lingkungan tanaman sangat kita perlukan.

Puji berharap Sharing Session kali ini dapat menjadi media penyebaran informasi, sekaligus diskusi mengenai produksi, pengelolaan stevia. “Kita harapkan peserta dapat memahami budidaya tanaman stevia mulai dari penyediaan bibit unggul sampai dengan pasca panen tanaman stevia dan bagaimana metode rekombinan perbaikan enzim selulolitik”

Selanjutnya, Kepala Pusat Hortikultura dan Perkebunan (PRHP) BRIN, Dwinita Wikan Utami mengatakan, “Dalam rencana pangan tahun 2022, gula konsumsi masih termasuk kedalam komoditas yang membutuhkan pasokan impor. Oleh karena itu kita masih terus menerus diminta untuk mengembangkan riset dan inovasi terkait dengan tebu dan juga tanaman subsitusinya. Tanaman tebu selain sebagai penghasil utama gula konsumsi juga berpotensi sebagai penghasil bioethanol, kemudian stevia salah satu penghasil komoditas subsitusi dari gula konsumsi,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Peneliti PRHP BRIN, Mohammad Cholid menjelaskan bahwa terjadi kesenjangan antara kebutuhan gula nasional dengan kemampuan Indonesia secara domestik untuk menyediakan bahan pemanis tersebut. Pertama, terlihat adanya pergeseran dimana ada rencana swasembada gula dari tahun 2014, 2017 hingga 2023, yang akan mengalami kemunduran sehingga perlu adanya alternatif sebagai pemanis yang minimal bisa mengurangi beban dari tebu sebagai sumber gula. Kedua, stevia menjadi satu komoditas yang mempunyai potensi untuk bisa mensubstitusi dan selama ini ada berkembang pemanis sintesis seperti sakarin, siklamat masih ada efek negative termasuk efek karsinogen.

“Lima besar pemanis sintesis yang sudah beredar di pasaran yang diindikasikan ada pengaruh negatif yaitu salah satunya karsinogen. Sebagai pilihan bagaimana kita memilih alternatif pemanis yang bisa mensubstitusi gula yang kita harapkan rendah kalori, kandungan glokoniknya rendah, sifatnya alami. Stevia merupakan potensi karena memiliki rasa manis yang setara dengan 200 -300 kali gula tebu, tergantung proses pemurniannya. Khusus kandungan senyawa yang rendah diharapkan bisa berkembang kedepan terutama untuk masyarakat yang membutuhkan asupan kalori rendah dan dinyatakan aman,” jelasnya

Peneliti Ahli Madya PRHP BRIN ini juga mengungkapkan, prospek pasar stevia masih sangat luas baik di Asia, Amerika, Eropa. “Kita lihat pasarnya trendnya masih terus meningkat dari 2000 metrik ton steviol glycosides hampir 90% dipenuhi dari China, sementara 500 metrik ton Rebaudioside A 50% dipenuhi Malaysia, sedangkan Indonesia termasuk tertinggal proses hilirnya,” bebernya.

“Faktor pendorong stevia yaitu pertama, indikasi penyakit obesitas dan diabetes. Kedua, trend penggunaan stevia untuk produk makanan semakin tinggi kedepannya mulai ada teknologi pemurnian serta penelitian terus berkembang termasuk global market. Sedangkan tantangan stevia antara lain masih mempunyai efek rasa getir, produksi masih fluktiatif dari segi harga dipasaran,“sambungnya.

Di akhir paparan, Cholid juga mengatakan percepatan swasembada pemanis dapat ditempuh melalui eksplorasi dan optimalisasi potensi tanaman bahan baku pemanis, serta daya dukung areal/lahan secara intensifikasi dan ekstensifikasi. Trend permintaan pemanis sehat rendah kalori dan kadar glikemik rendah akan terus meningkat. Minimnya persaingan dan peluang value added diversifikasi stevia masih tinggi dan terbuka lebar menjadikan bisnis yang cukup menggiurkan di Indonesia maupun level global.

“Peran pemerintah diharapkan mendukung pengembangan stevia dengan cara membuat kebijakan impor gula untuk membuka potensi semakin terbuka untuk pengembangan investasi stevia. Selanjutnya membangun instalasi pengolahan untuk skala komersil. Permasalahan yang dihadapi stevia dengan skala yang luas biasanya serapan harga. Diharapkan sistem kemitraan harga ditentukan di awal, sehingga petani mempunyai jaminan pasar, harga yang akan diberikan pihak pengembang,” pungkas Cholid.

Acara yang dipandu oleh Rully Dyah Purwati, Peneliti PRHP BRIN ini, menghadirkan juga Nelson Sihotang dari PT. Tapanuli Investasi Agro, dengan materi “Produksi dan Pengelolaan Stevia di PT. Tapanuli Investasi Agro ” dan Untung Murdiyatmo selaku Direktur ASPENDO, dengan materi “Metode Rekombinan DNA untuk Peningkatan Produktivitas Enzim” serta Suseno Amien Guru Besar Universitas Padjadjaran, dengan materi “Stevia: Pemuliaan, budidaya dan prospek pengembangannya di Indonesia.”

Sumber: https://www.brin.go.id/news/111012/selain-tebu-stevia-si-pemanis-alami-rendah-kalori-dikembangkan-di-indonesia

Managed & Maintenanced by ArtonLabs