Kontribusi Teknologi Pertanian Tingkatkan Produksi Tanaman Pangan

Kontribusi Teknologi Pertanian Tingkatkan Produksi Tanaman Pangan

Ketersediaan benih varietas sesuai agroekologi secara tepat waktu dan mutu tinggi menjadi faktor penting dalam sistem produksi dan upaya percepatan peningkatan produktivitas tanaman pangan. Oleh karena itu, perbanyakan benih komoditas utama (padi, jagung, kedelai, sorgum, gandum serta serealia lain) memerlukan dukungan strategi pengelolaan perbenihan yang tepat, efektif, dan efisien.

“Benih berperan penting dalam peningkatan produktivitas dan produksi nasional. Benih dan varietas berkontribusi 50% terhadap produktivitas. Benih dianggap sebagai input esensial, tidak ada benih tidak ada tanaman,” ungkap Puji Lestari, Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, BRIN dalam Webinar TERAS-TP#4 bertajuk Teknologi Perbenihan Tanaman Pangan Menunjang Peningkatan Produksi dan Produktivitas Tanaman Pangan secara Berkelanjutan yang dihelat Pusat Riset  Tanaman Pangan (PRTP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN),  pada Kamis (13/4) secara daring.

Puji mengharapkan terciptanya kolaborasi dengan universitas dan koperasi,  serta membantu memaksimalkan akselerasi peningkatan produktivitas pangan yang berkelanjutan.

Senada dengan Puji, Yudhistira Nugrah selaku Kepala PRTP BRIN dalam sambutannya mengatakan, “Semoga Sharing Session ini menghasilkan sesuatu yang  bisa dikolaborasikan terkait dengan tema riset, rekomendasi kebijakan bagi Direktorat Jenderal teknis,  juga yang  bermanfaat bagi peningkatan  mutu benih Indonesia  untuk komoditas tanaman pangan.”

Harapannya didasarkan pada data terkini bahwa penggunaan benih bermutu di Indonesia masih rendah. Tercatat penggunaan benih tanaman padi  bersertifikat  kurang  dari 60%.

Dalam kesempatan yang sama, dua narasumber dari Pusat Riset Tanaman Pangan – ORPP BRIN memaparkan materi terkait yakni yaitu Pepi Nur Susilawati dengan judul  Aplikasi Digital Image untuk Pengujian Mutu Benih dan materi Ramlah Arief berjudul Penggunaan Teknik Priming untuk Perbaikan Vigor Benih.

Menurut Pepi, mutu benih sebagai salah satu kunci kompetitif untuk mendukung penyediaan benih unggul bermutu nasional dan saat ini dalam industri perbenihan diperlukan inovasi teknologi perbenihan yang mendukung proses sertifikasi sesuai kondisi agroekologi

“Data jumlah produsen benih di Indonesia pada 2020 didominasi oleh produsen kecil yatu 78%, sedangkan produsen besar dan menengah masing-masing hanya 6 dan 16%.  Untuk produsen besar 50% adalah swasta 19% BUMN, 19%  Dinas Pertanian Kabupaten dan 12% Dinas Pertanian Provinsi, ” rinci Pepi. 

Menurutnya, peningkatan kompetensi SDM perbenihan  belum optimal, karena Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga informasi dari provinsi ke provinsi lain sangat beragam. “Inilah yang menjadi sorotan Kelompok Riset Teknologi Perbenihan Tanaman Pangan,  kami memerlukan metode pengujian mutu benih yang aplikatif untuk pengawasan mutu benih,” tegasnya.

“Di Indonesia efisiensi perbenihan masih relatif rendah karena unsur subjektivitas dan waktu pengujian. Kita ingin menawarkan aplikasi komputer vision yang bisa mengintegrasikan sejumlah besar proses visual yang kita tampilkan  berupa gambar. Kita membutuhkan akuisisi pengolahan citra dan yang paling penting  bagaimana kita bisa validasi meniru kerja visual manusia di komputer,” terang Pepi.

“Fungsi pendukung komputer vision diawali dengan akuisisi gambar yaitu proses penangkapan citra (image acquisition) menggunakan kamera DSLR, tahap kedua proses gambar yaitu proses pengolahan citra (image processing) tahap ketiga analisa data gambar yaitu analisa data citra (image analysis) terakhir tahapan pengenalan gambar yaitu proses pemahaman data citra (image),” imbuh Pepi.

“Pengujian yang dapat diidentifikasi melalui analisis citra digital yaitu pertama, menghitung 1000 butir, alat yang digunakan untuk pengambilan gambar seperti scanner, kamera dan alat pengambil gambar lainnya; kedua, mengidentifikasi bentuk benih, dapat membedakan bentuk benih, mengklasifikasikan benih murni, benih rusak, biji gulma, batang-ranting, dan inert; ketiga, membantu pengamatan daya berkecambah seperti mengukur radikula, mengukur panjang akar dan plumula mengidentifikasi kecambah terinfeksi jamur atau bakteri; keempat, mengidentifikasi benih hampa, benih setengah isi, indikasi vigor rendah,” jelas Pepi. 

Sementara itu Ramlah mengatakan, sejumlah masalah yang dihadapi dalam percepatan peningkatan produktivitas tanaman pangan. Salah satu faktor pembatas utama yaitu terjadinya perubahan iklim global yang memicu peningkatan cekaman lingkungan. Di sisi lain kebutuhan pangan yang terus meningkat membuat kita harus melakukan berbagai upaya mengatasi masalah ini.

Di berbagai wilayah, pertumbuhan awal tanaman didapati mempunyai vigor yang rendah terutama terjadi akibat cekaman lingkungan yang tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap persentase tanaman tubuh yang berpengaruh terhadap penurunan hasil. 

“Di sini kami menyampaikan mengenai teknologi priming. Teknologi ini sangat sederhana, murah, mudah dan dapat dipakai di berbagai wilayah terutama pada wilayah lahan kering dengan berbagai pengaruh cekaman lingkungan,” tutur Ramlah.

“Teknologi priming adalah perlakuan pada benih untuk memperbaiki pertumbuhan awal tanaman, mempercepat laju pertumbuhan tanaman dan memperbaiki vigor serta keseragaman pertumbuhan tanaman. Prinsip utama teknologi priming merupakan teknik hidrasi dan dehidrasi yang di dalamnya akan terjadi perubahan mekanisme biologis pada tanaman dan akan meningkatkan toleransi tanaman terhadap berbagai cekaman lingkungan,” sambung Ramlah.

Menurut Ramlah, ada tiga metode utama dalam priming pertama Hidropriming, serapan airnya tidak terkontrol, kedua Osmopriming, menggunakan larutan osmotik pada metode ini serapan air terkontrol, ketiga Matripriming, menggunakan matriks. Biasanya bahan-bahan ini sifatnya berupa padatan di mana serapan airnya terkontrol. 

“Kami menyarankan pada wilayah tertentu dengan cekaman lingkungan kekeringan, perlunya menerapkan teknologi priming pada sorgum. Di beberapa wilayah di Indonesia menunjukkan produktivitas sorgum lebih rendah dari potensi hasil yang sebenarnya. Karena terbanyak di tanam pada lahan kering suboptimal, dan sekitar 82% lahan kering yang ada tergolong lahan kering sub optimal,” ujar Ramlah.

Ia menambahkan, sorgum ditanam pada wilayah-wilayah tersebut membutuhkan vigor awal yang prima untuk bisa tumbuh dengan cepat dan serentak karena sorgum ini pada fase pertumbuhan awalnya akan bersaing dengan gulma, jadi diperlukan pertumbuhan awal yang lebih cepat agar bisa berkompetisi dengan gulma.

Di satu pihak ketersediaan benih sorgum di tingkat petani biasanya belum tersedia saat waktu tanam tiba, walaupun  beberapa petani dan pengusaha benih ada yang menyimpan. Namun penyimpanannya kurang optimal sehingga terjadi kerusakan dalam penyimpanannya atau distribusinya.

“Kami pernah melakukan penelitian priming dengan kalium nitrat dan hasil penelitian menunjukkan bahwa prining dengan KNO3 1,5% memperbaiki perkecambahan benih sorgum varietas Suri4 Agritan dengan meningkatkan daya berkecambah 5,1-16,3%, kecepatan tumbuh 1,9-12,5%, dan bobot kering kecambah 12-55,6% serta pertumbuhan tanaman menjadi lebih cepat dan seragam,”pungkas Ramlah.

Sumber: https://www.brin.go.id/news/112268/kontribusi-teknologi-pertanian-tingkatkan-produksi-tanaman-pangan

Managed & Maintenanced by ArtonLabs