PERTANIAN? AAH, GAK KEREN!

PERTANIAN? AAH, GAK KEREN!

Berikut merupakan Artikel Mahasiswa FPP yang Berhasil Menjadi Salah Satu dari 30 Karya Terbaik Nasional. Lomba Menulis Artikel dengan tema “Pertanian Indonesia di Mata Milenial”, yang diadakan oleh YESS PROGRAMME Kementan RI dan Pusat Pendidikan Pertanian RI (PUSDIKTAN RI).

Oleh: Nabilah Indah Safitri

Nabilah Indah Safitri

Pandangan generasi muda terhadap dunia pertanian sungguh beragam, sebagian ada yang menilai sebagai hal yang positif dan ada juga yang menilai negatif. Zaman yang semakin maju, membuat generasi milenial ogah terjun langsung di dunia pertanian. Pekerjaan petani dipandang sebagai profesi yang sulit menjanjikan keuntungan. Masa menunggu pendapatan yang lama dari masa tanam hingga pemanenan, merupakan sifat khas dari sektor pertanian  Hasil yang nantinya diperoleh pun tergantung dengan cuaca yang dihadapi selama musim tanam.

Tak banyak orang tua yang mendukung agar kelak anak mereka akan menjadi petani. Orang tua di desa berpikir bahwa anak mereka harus sukses di bidang lain dengan bekerja di kota, bukan lagi di kampung yang kesehariannya bercocok tanam di ladang. Menurut Said Abdullah selaku Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), lulusan sarjana pertanian di Indonesia terhitung sedikit. Jumlah lulusannya tidak sama dengan jumlah petani muda yang memiliki title “Sarjana Pertanian”.

Kemanakah sisanya? Menjadi petani tidaklah keren di era ini. Mahasiswa yang lulus dari jurusan pertanian,  justru lebih memilih untuk bekerja di bidang lain sebagai pegawai bank dan pekerja kantoran. Tuntutan gaya hidup dan status sosial, membuat kaum muda lebih memilih pekerjaan-pekerjaan itu ketimbang harus menjadi petani. Bekerja di dalam ruangan dingin dengan komputer lebih keren dibanding menjadi petani yang harus panas-panasan di lahan.

Selain itu, faktor pendidikan pun memengaruhi minat seseorang untuk berprofesi menjadi petani. Apabila dilihat dari trend yang ada di masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin rendah minatnya untuk berprofesi menjadi petani. Hal ini dikarenakan adanya pandangan bahwa profesi petani hanya ditujukan untuk orang-orang berpendidikan rendah.

Kondisi pertanian di Indonesia saat ini cukup miris, termasuk kondisi petaninya. Chief Marketing Officer eksosis.id—Ranggi Muharam menuturkan beberapa alasan petani belum sejahtera disebabkan oleh kesulitan dalam mengakses permodalan, kesulitan mengakses pasar, dan transaksi tidak transparan. Said Abdullah—Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) kembali memaparkan bahwa hingga saat ini harga komoditas pangan di tingkat usaha tani, termasuk hortikultura sangat hancur. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa petani Indonesia hingga saat ini belum sejahtera. Menurut Said, kesejahteraan petani belum menjadi prioritas pemerintah.

Negara Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris justru kekurangan petani dan beberapa kali impor bahan makanan dari luar negeri. Hasil riset Pusat Penelitian Kependudukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), mengungkapkan bahwa profesi petani akan terancam punah.

Saat ini, mayoritas usia petani adalah 45 tahun ke atas. Jika generasi muda tidak berminat berprofesi menjadi petani, maka 10—20 tahun kemudian petani-petani tersebut sudah berusia 55—65 tahun yang memungkinkan mereka tidak bisa lagi bekerja di usia yang tak lagi produktif. Selain ketidaktertarikan generasi muda, para orang tua yang berprofesi petani pun tidak mendukung anaknya untuk berprofesi sama dengan mereka karena mengingat kesejahteraan petani yang masih rendah dan banyaknya kesulitan yang dihadapi dalam berusahatani. Jika generasi muda melihat dengan sebelah mata untuk profesi ini hanya karena gengsi dan beberapa faktor lain, maka Indonesia akan menghadapi resiko kekurangan pangan di masa depan.

 Sektor pertanian di Indonesia memiliki potensi besar dalam mendukung perekonomian negara karena kekayaannya dalam memproduksi tanaman pangan dan tanaman perdagangan, serta kemampuan dalam memproduksi bahan pangan dan bahan baku indutri semuanya layak untuk diacungi jempol. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya peran dan potensi pertanian di Indonesia.

Kondisi iklim, jenis dan luas wilayah, serta letak geografis di Indonesia pun sangat mendukung kegiatan pertanian di dalamnya. Sangat miris, jika keunggulan dan potensi ini hanya untuk disia-siakan oleh generasi muda. Nyatanya, selama manusia hidup tentu hasil pertanian selalu dibutuhkan. No farm, no food, no life.

Peran serta dari petani golongan milenial sangat dibutuhkan untuk mencari solusi-solusi terhadap permasalahan pertanian yang dihadapi para petani. Selain itu, karena zaman yang semakin maju, dibutuhkan petani-petani yang memiliki wawasan luas dan berpikir modern, karena SDM yang baik merupakan salah satu pendorong keberhasilan suatu usaha tani yang dijalankan.  Terlebih pada saat ini, mayoritas petani berpendidikan rendah.

Sumarno—Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan mengungkapkan bahwa SDM yang berprofesi menjadi petani sangat terbatas. Sedangkan, pertumbuhan penduduk di Indonesia terus meningkat dan semuanya membutuhkan makanan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dari 33% menjadi 29% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Saat ini terdapat 33,4 juta petani, dengan 25,4 juta petani laki-laki, dan 8 juta petani perempuan.

 Upaya menciptakan ribuan bahkan jutaan petani milenial, membutuhkan dukungan dari pemerintah berupa program petani milenial di setiap wilayah, yang menargetkan pemuda-pemudi daerah untuk wajib mengikuti program tersebut. Setelah mengikuti program yang diadakan pemerintah, diharapkan petani-petani milenial ini mau dan mampu berkecimpung dan turun langsung ke lahan untuk berprofesi sebagai petani yang berwawasan luas dan modern.

Mari bersama majukan Indonesia dengan berani menjadi petani!    

Managed & Maintenanced by ArtonLabs