Budidaya Ubi Kayu Kolaborasi BRIN dan Masyarakat Singkong Indonesia, Ini Hasilnya di Tahun Pertama

Budidaya Ubi Kayu Kolaborasi BRIN dan Masyarakat Singkong Indonesia, Ini Hasilnya di Tahun Pertama

Kedaulatan pangan bukanlah tercukupinya kebutuhan pangan saja. Lalu bagaimana agar kita dapat menyediakan kebutuhan pangan dari sumber lokal kita sendiri?

Salah satu tanaman pangan lokal yang terus dikembangkan dan dibudidayakan di Indonesia adalah ubi kayu. Untuk itulah Pusat Riset Mikrobiologi Terapan (PR Mikter), Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan (ORHL) sebagai unit kerja di lingkungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus membuka kerja sama riset dan pengembangan dengan berbagai pihak salah satunya dalam riset ubi kayu untuk mendukung program kedaulatan pangan. ORHL memiliki tugas melaksanakan tugas teknis penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi di bidang mikrobiologi terapan

Sebuah kerja sama riset tentang “Validasi Teknologi Perbanyakan dan Uji Kesesuaian Lahan Ubi Kayu Hasil Riset” telah disepakati dengan Masyarakat Singkong Indonesia (MSI). Kolaborasi dengan MSI merupakan lanjutan kerja sama yang telah dimulai sejak tahun 2020. Kerja sama ini ditandai dengan penandatanganan langsung antara Kepala Pusat Riset (PR) Mikrobiologi Terapan BRIN dengan Ketua Umum MSI di Kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, pada Kamis (25/8).

Ahmad Fathoni selaku Kepala PR Mikter BRIN sekaligus penanggungjawab kerja sama, mengungkapkan hasil kerja sama tahun pertama dengan MSI hasilnya sudah bagus. “Pada prinsipnya apa yang sudah kami hasilkan, yakni bibit dari laboratorium hasil dari kultur jaringan, radiasi, atau seleksi yang kita lakukan dari beberapa daerah. Bekerja sama dengan MSI, telah kami tanam di kebun percobaan Citayam, di tahun pertama untuk melihat performance dari bibit-bibit yang telah dihasilkan. Kemudian kami lakukan beberapa riset perbanyakan dengan stek biasa ukuran normal, stek mini dan stek pucuk. Hasil percobaan dengan stek mini di tahun pertama menunjukkan hasil yang sama bagusnya dengan stek biasa,” terangnya.

“Tahun ini kita ingin memvalidasi apakah hasil di tahun pertama. Jika hasilnya nanti menunjukkan hasil yang sama, maka kita bisa menanam ubi kayu dengan stek mini. Dengan stek biasa, 1 batang bisa diperoleh 4-5 stek, kalau dengan stek mini bisa sampai 15 stek. Impact-nya ke petani signifikan karena selama ini kesediaan bibit unggul jadi permasalahan di Indonesia,” tutur Fathoni.

Dikatakan Fathoni, sesungguhnya untuk tahun kedua sudah mulai dilakukan penanaman pada bulan Desember 2021 – Januari 2022, sehingga saat ini usianya 8 bulan. “Kita lihat di bulan ke-10 apakah hasilnya sama atau berbeda. Ke depannya kerjasama dengan MSI akan kita kembangkan untuk fokus dalam peningkatan produksi melalui aplikasi mikroba. Pusat Riset Mikrobiologi Terapan (PR Mikter) akan menggunakan teknologi mikroba, seperti biofertilizer yang diformulasikan khusus untuk ubi kayu sehingga dapat meningkatkan produktivitas ubi kayu dengan menjaga kondisi tanah tetap baik,” bebernya.

“Jika berlanjut dan hasil baik maka tahun depan bisa berlanjut kolaborasi dengan Pusat Rekayasa Genetika (PR Rekgen) dari aspek sediaan bibit unggul dan PR Mikter dari aspek biofertiliser spesifik,” pungkas Fathoni.

Sementara itu Arifin Lambaga selaku Ketua Umum MSI menyampaikan apresiasinya kepada BRIN atas kepercayaan yang telah diberikan untuk menjalin kerjasama. “Saya berterimakasih kepada BRIN karena telah memberikan kepercayaannya untuk melakukan kerjasama penelitian. Juga merupakan kehormatan bagi kami saat ditunjuk sebagai mitra,” ungkapnya.

Sebagai informasi, MSI yang berkedudukan adalah Badan Hukum Perkumpulan yang bergerak dalam bidang budi daya singkong. MSI terintegrasi dengan penerapan modernisasi dan standarisasi teknologi, manajemen budi daya dan pengolahan hasil, dan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak terkait (para pemangku kepentingan).

“Siklus pertama kerja sama sudah sangat bagus, dan sudah saya gembar-gemborkan kemana-mana salah satu jenis unggulan ubi kayu beta karoten yaitu Carvita25. Semua bertanya di mana bisa membeli bibitnya? Jika kita punya standar yang bagus dan proven maka bisa jadi penangkar benih ini,” ujar Arifin saat memberikan pernyataan kerja sama.  

“Yang jelas kami melihat pemerintah saat ini menekankan local resources. Ambil contoh sorgum harganya 70.000/kg, bandingkan dengan singkong yang bisa dikelola masyarakat. Kami tawarkan 5000/kg untuk singkong. Singkong direbus jadi mashed cassava dan dijual. Kami jual melalui Gerakan Singkong Nusantara (GSN) dengan gerobak-gerobak. Pendapatan per hari 15 juta rupiah. Kemarin kami bawa di kementerian-kementerian. Mashed cassava banyak yang suka,” kisah Arifin penuh antusias.

Di akhir pernyataan, Arifin mengucapkan terima kasih dan berharap kerja sama dapat ditingkatkan dan dilanjutkan tidak hanya dengan PR Mikter sepanjang yang dibutuhkan masyarakat seperti peningkatan beta karoten atau protein dalam ubi kayu. “Masih banyak yang bisa dikerjasamakan, masyarakat menerima manfaat dan jadi amal jariah kita,” katanya. 

Senada dengan Arifin, Enny Sudarmonowati, Profesor Riset dan Peneliti senior ubi kayu dari PR Rekgen BRIN menyambut baik akan berkembangnya kerja sama BRIN dan MSI menjadi lebih luas dan mengucapkan terima kasih kepada MSI atas kerja sama yang terjalin hingga tahunan.

Backup penelitian ini akan berguna bagi industri mana pun. Semoga hasil dari tahun kedua akan lebih mengonfirmasi hasil tahun pertama, sekaligus membuka aspek atau isu lain untuk kerja sama lebih lanjut. Semoga MSI dapat menggaet mitra-mitra lainnya,” harap Enny yang juga merupakan salah satu Dewan Pakar MSI.

“Mudah-mudahan bermanfaat dan memajukan singkong dan kehidupan petani singkong Indonesia dengan program Sejahtera Bersama Singkong (SBS)-nya. Lebih sukses dan signifikan di tahun kedua ini,” pungkas Enny.

Managed & Maintenanced by ArtonLabs