Hadapi Dampak Perubahan Iklim, BRIN Rakit Varietas Unggul Bawang Merah Berbasis Bioteknologi

Hadapi Dampak Perubahan Iklim, BRIN Rakit Varietas Unggul Bawang Merah Berbasis Bioteknologi

Bawang merah merupakan komoditas sayuran yang bernilai strategis, karena tingginya penggunaan bawang merah di kehidupan sehari-hari. Budidaya bawang merah dihadapkan dengan berbagai masalah, baik biotik maupun abiotik yang diperparah dengan adanya perubahan iklim global. Dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim ini berpotensi besar menurunkan produksi pertanian. 

Upaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim pada budidaya bawang merah perlu dilakukan, salah satunya dengan menyiapkan varietas unggul yang adaptif terhadap perubahan iklim menggunakan bioteknologi. Oleh karena itu Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan (PRHP), Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (ORPP) BRIN menyelenggarakan Horties Talk Seri ke-7, dengan topik “Akselerasi Perakitan Varietas Unggul Bawang Merah Berbasis Bioteknologi Menghadapi Dampak Perubahan Iklim,” pada Rabu (14/6).

“Perakitan varietas unggul yang dilakukan melalui proses pemuliaan tanaman, bukan hanya dengan pendekatan pemuliaan yang konvensional tetapi juga dengan aplikasi bioteknologi modern. Untuk itu dalam meningkatkan keragaman genetik material pemuliaan bisa dilakukan dengan berbagai teknik, misalnya dengan aplikasi kultur jaringan dan pendekatan lain seperti mutasi in vitro dan genome editing,” ujar Puji Lestari, Kepala Organisasi Riset Pertanian dan Pangan BRIN dalam sambutannya.

Selaras dengan Puji, Kepala Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan BRIN, Dwinita Wikan Utami mengatakan bawang merah selalu menjadi salah satu komoditas utama baik sebagai tanaman sayuran atau sebagai tanaman obat. 

“Bawang merah merupakan salah satu komoditas penyumbang inflasi nasional yang signifikan. Beberapa penugasan di Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan diantaranya adalah perakitan varietas unggul bawang merah, yang memiliki ketahanan baik terhadap cekaman biotik, abiotik dan memiliki produksi yang tinggi. Beberapa pendekatan telah dilakukan baik itu pemuliaan berbasis konvensional ataupun pemuliaan dengan aspek genetik,” ungkapnya.

Ragapadmi Purnamaningsih, Peneliti Ahli Utama PRHP BRIN menjelaskan tentang sifat-sifat bawang merah dalam paparannya yang berjudul “Pemanfaatan Kultur Jaringan dan Mutasi Untuk Pemuliaan In Vitro Bawang Merah.” Diantaranya adalah bawang merah tidak menyukai curah hujan yang tinggi terutama pada masa menjelang panen, mempunyai akar serabut, sistem perakaran dangkal, tidak tahan kekeringan. Berbagai kendala terhadap kondisi tersebut berpengaruh terhadap produktivitas bawang merah.

Dengan adanya perubahan iklim global, dimana curah hujan tinggi dan kekeringan yang meluas, menyebabkan penurunan produktivitas berbagai komoditas diantaranya bawang merah. Untuk mengantisipasi berbagai kondisi lingkungan tidak menguntungkan yang terjadi saat ini, diperlukan ketersediaan varietas unggul yang dapat beradaptasi terhadap cekaman abiotik dan biotik. 

“Dalam perakitan varietas tanaman dapat dilakukan melalui pemuliaan baik konvensional maupun inkonvensional. Pemuliaan konvensional bisa dilakukan melalui introduksi dan adaptasi, persilangan dua tetua dan pelepasan varietas lokal. Namun kendalanya sumber gen untuk karakter tertentu terbatas serta diperlukan waktu yang lama untuk menghasilkan varietas baru,” jelas Ragapadmi.

Untuk menghadapi hal tersebut, maka diperlukan teknologi alternatif untuk meningkatkan keragaman genetik dari suatu individu tanaman, yaitu dengan menggunakan metode induksi mutasi. Mutasi merupakan perubahan materi genetik secara acak dan diwariskan pada keturunannya. Metode ini relatif lebih mudah, fleksibel, tidak berbahaya dan biaya lebih murah. Mutasi berdasarkan pada tingkat genetic dibagi menjadi dua kelompok yaitu mutasi gen dan mutasi kromosom. 

“Kultur jaringan adalah suatu metode untuk memperbanyak suatu propagul sehingga mempunyai jumlah yang sangat tinggi. Kultur jaringan berperan dalam perbaikan sifat genetik tanaman. Salah satu aspek yang sangat penting dalam aplikasi Teknik kultur jaringan adalah terbentuknya keragaman somaklonal yaitu keragaman genetik yang berasal dari sel-sel somatik,” tambahnya.

Peluang terjadinya keragaman genetik pada kultur jaringan bisa ditingkatkan apabila dikombinasikan dengan penggunaan agen mutasi (mutagen) yang selanjutnya disebut dengan teknik mutagenesis in vitro.  Pemanfaatan mutagenesis yang dibarengi dengan metode seleksi in vitro dapat menginduksi terbentuknya variasi genetik dan bisa dilakukan seleksi untuk sifat tertentu sehingga menjadi lebih efektif dan efisien.

Sementara itu, Tri Joko Santoso, Peneliti Ahli Madya PRHP BRIN, dalam paparannya berjudul “Genome Editing Untuk Perbaikan Sifat Tanaman Bawang Merah,” menjelaskan tentang genome editing yang merupakan suatu teknologi modifikasi gen/genom secara molekuler dimana sekuen DNA dapat disisipkan, diganti, dihapus dan dipindahkan secara presisi pada target spesifik dengan bantuan enzim yang berfungsi sebagai gunting molekuler.

“Komponen utama dari proses genome editing yang pertama adalah gunting molekuler atau DNA cleavage domain protein yaitu suatu enzim nuklease kimera yang menginduksi targeted DNA double-strand breaks yang menstimulasi mekanisme reparasi DNA seluler. Komponen yang kedua adalah penunjuk jalan atau DNA binding domain yaitu domain yang mengarahkan gunting molekuler untuk memotong DNA target di genom,” jelas Tri.

Mekanisme genome editing adalah gunting molekuler yang diarahkan oleh penunjuk jalan akan memotong DNA gen target secara spesifik pada genom. Pemotongan utas ganda DNA akan memicu mekanisme perbaikan DNA dan menghasilkan penghilangan sekuen DNA atau penyisipan DNA.

Tri juga menceritakan pengalamannya visiting scholar di Iowa State University mempelajari genome editing untuk memutasi gen GA20ox-2 dalam menghasilkan padi semi-dwarf. Mutasi pada gen ini menyebabkan tidak terbentuknya giberelin sehingga tanaman menjadi lebih pendek, jumlah anakan yang banyak, arsitektur daun tegak, indeks panen lebih tinggi dan produktivitas meningkat.

“Kelebihan dari teknik pengeditan genom adalah mutasi pada target yang terarah dan spesifik, regulasi tidak serumit PRG, tahapan lebih cepat dan hemat biaya. Sedangkan kelemahan genome editing adalah adanya off target dan mutasi yang tidak diharapkan, berbasis teknik transformasi genetik yang belum semua lab bisa mengaplikasikan dan regulasi spesifik produk genome editing di Indonesia belum ada,” pungkasnya.

Tri menyimpulkan bahwa dalam perbaikan sifat penting bawang merah perlu dilakukan untuk percepatan pemuliaan mengingat potensi dan manfaat yang sangat besar dari komoditas bawang merah. Selain itu, teknik genome editing mempunyai prospek besar untuk perbaikan tanaman bawang merah karena lebih sederhana, presisi dan relatif lebih cepat.

Sumber: https://www.brin.go.id/news/113036/hadapi-dampak-perubahan-iklim-brin-rakit-varietas-unggul-bawang-merah-berbasis-bioteknologi

Managed & Maintenanced by ArtonLabs